Negara maju selalu dicirikan dengan banyaknya jumlah wirausahawan di negara tersebut. Dari kegiatan para pebisnis itulah diyakini kesejahteraan masyarakat akan meningkat oleh banyaknya tenaga kerja yang terserap dari aktifitas usaha. Melalui sektor bisnis juga inovasi selalu dikembangkan. Untuk bisa menggerakkan perekonomian suatu negara syarat minimal jumlah wirausahawan adalah 2 % dari total penduduk. Wirausahawan di Indonesia masih tergolong sangat kecil. baru sekitar 0,18 % dari jumlah penduduk. Sebagai perbandingan Singapura memiliki jumlah pebisnis 5 % dari jumlah penduduknya.

Hal ini tentunya peluang untuk tumbuhnya pengusaha-pengusaha baru terutama di sektor agribisnis termasuk di Kabupaten Jombang. Sebagai gambaran. Dengan berkembangnya kegiatan pengembalian kesuburan tanah melalui pertanian organik kebutuhan pupuk organik menjadi sangat besar. Apabila untuk 1 Ha tanaman padi memerlukan 5 ton pupuk organik maka dalam 1 Musim Kemarau (MK) saja dengan luas areal tanaman padi mencapai 28.000 Ha maka dibutuhkan pupuk organik sejumlah 140.000 ton. Apabila jatah pupuk organik bersubsidi baru sekitar 6.500 ton maka kekurangan pupuk organik pada MK saja adalah 133.500 ton. Dari data sementara jumlah produsen bokashi di kabupaten jombang sekitar 20 orang dengan produksi rata-rata per musim 50 ton maka hanya akan menghasilkan bokashi 1000 ton. Terdapat kekurangan 132.500 ton bokashi per musim di Kabupaten Jombang. Peluang yang besar. Belum lagi peluang produksi MOL yang sudah diyakini mampu mendongkrak produktifitas tanaman.

Salah satu orang yang menangkap peluang itu adalah Khoirul Awaludin, ketua kelompoktani Gandan, Desa Gajah Kecamatan Ngoro. Pria 47 tahun itu kini tekun menggeluti bisnis bokashi yang sangat dibutuhkan oleh petani untuk menyuburkan tanah. Khoirul sudah mengawali usahanya membuat bokashi semenjak 4 tahun yang lalu. Bermula dari keprihatinannya kalau tanah di Indonesia sudah tidak subur lagi dengan kandungan BO di bawah 2 %. ”Saya ingat dulu sewaktu masih membantu orang tua mbajak sawah, jalak uret milik saya yang sudah cumbu cukup dilepas  dan mencari makan sendiri di sawah. Tentunya waktu itu masih banyak cacing dan hewan-hewan sawah yang lain. Sekarang kan tidak lagi” ujar Khoirul.    

Berawal dari keprihatinan itu dia bertekad untuk ikut mengembalikan kesuburan tanah dengan cara membuat bokashi. Usahanya tidak berjalan mudah. Warga sama sekali tidak berminat untuk menggunakan bokashi yang dibuatnya meskipun hanya diberi saja. Namun dengan berbagai upaya menyadarkan, memberikan cuma-cuma untuk dicoba, bekerjasama dengan perangkat akhirnya sedikit demi sedikit warga mulai percaya dengan bokashi yang dibuat oleh Khoirul. Tentunya dikarenakan mereka yang mencoba memakai bokashinya merasa tanamannya lebih baik bila dibandingkan dengan tanpa menggunakan bokashi.  ”untuk membuktikan kualitas, saya siap diadu dengan bokashi produksi pabrikan” ujar Khoirul.  

Dengan semakin bertambahnya kesadaran kelompoktani untuk menggunakan bokashi dia tinggal mengantar bokashi pesanan ke lahan masing-masing anggotaya. Sampai saat ini Khoirul baru bisa menghasilkan bokashi 40 ton/ musimnya.”kapasitas produksi ini akan terus bertambah karena saat ini saya juga menjadi mitra dinas untuk menyediakan bokashi.” katanya.  

Melalui usahanya dia kini telah mempekerjakan secara tetap 4 orang tetangganya. 2 orang yang khusus menangani bokashi dan 2 orang yang menangani ternak miliknya. Khoirul sadar dengan tanahnya  yang  hanya sekitar 0.28 Ha (boto 200)  sulit untuk meningkatkan pendapatan maka bapak dua anak itu bertekad untuk mengembangkan bisnis ternak dan pembuatan bokashi. Saat ini Khoirul telah memiliki 10 ekor sapi dan 280 ekor kambing yang dikelola secara intensif. Mengingat kegiatan bisnis memerlukan akses informasi yang luas dan cepat dia bergabung dengan FPSI (forum Peternak Sapi Indonesia). Melalui organisasi itu dia bertukar informasi perkembangan usaha dan berbagai teknologi pakan. Meski usahanya sudah tergolong cukup besar dengan perputaran uang sampai 250 juta/ 3 bulan dia mengaku belum pernah mendapatkan kredit usaha dari pemerintah. Sudah tiga kali (2007,2008,2009) dia mengajukan program KKPE tapi belum pernah berhasil. ” bukannya saya putus asa, tapi terus terang sepertinya kok ribet. Masak baru dengar, langsung mengajukan katanya dana sudah habis” ujar Khoirul.

Untuk menutup kebutuhan modal dia terpaksa meminjam ke BPR tentunya dengan bunga tinggi.” Bagaimana lagi sapi sudah masuk kandang, tentunya harus segera membeli pakan” kata pria yang juga kepala Dusun Gadan. Ketika ditanya tentang harapannya dari usaha yang digelutinya ternyata cukup sederhana ”Saya berharap kalau ada program dari pemerintah supaya segera disosialisasikan langsung ke sasaran agar kita tidak terlambat merespon, selain itu saya berharap masyarakat semakin sadar untuk mau menggunakan pupuk organik” katanya.  Harapan yang sederhana. (AJM).

Kontak person khoirul 085736984444