Salah satu UKM yang juga terimbas kenaikan harga kedelai adalah indutri pembuatan tahu. Berdasarkan penelusuran Humus, di Jombang terdapat sekitar 100 an indsutri tahu besar dan kecil. Kecamatan Sumobito, Jogoroto, Mojowarno, Mojoagung dan Peterongan adalah daerah yang banyak terdapat pabrik pembuatan tahu.

Tahu Jombang juga dikenal memiliki nilai lebih. Karenanya, tahu dari  kota santri ini banyak dilempar keluar karena diminati warga luar seperti Surabaya, Mojokerto dan Sidoarjo.  Namun, kenaikan harga kedelai akhir-akhir ini ternyata cukup mempengaruhi cara mereka memproduksi tahu.

Seperti dialami oleh pabrik tahu milik Kholiq, salah satu industri tahu yang terdapat di Desa Badas Kecamatan sumobito. Menurut pengakuan pembuat tahu, naiknya harga kedelai disiati dengan cara merubah komposisi campuran tahu. Kalau sebelumnya lebih banyak kedelai lokal, sekarang dibalik komposisi kedelai import lebih banyak dibandingkan kedelai lokal.

Mustakim salah satu bakul tahu yang biasa memproses tahunya di Pabrik  Kholiq, mengatakan kedelai lokal patinya lebih banyak, rasanya lebih gurih dan  kalau sudah jadi tahu proses penggorengan lebih mudah. “Beda kalau lebih banyak tahu impor. Patinya lebih sedikit dan tahu lebih mudah kecut, “ kata Mustakim

Dia mengaku kalau hari biasa  sehari bisa menghabiskan 75 kg tahu. Tapi saat harga kedelai naik apalagi bulan puasa Mustakim hanya membutuhkan 60 kg kedelai. Selain Mustakim, ada 13 bakul lainnya yang juga memproses kedelainya di pabrik milik Kholiq . Kalau seorang saja bisa menghabiskan 60 kg kedelai, maka dalam satu pabrik paling tidak dibutuhkan kedelai sejumlah 780 kg. Di Jombang kurang lebih ada 100 pabrik tahu. Maka dalam sehari dibutuhkan 78 ton kedelai. Dan dalam sebulan butuh 2.340 ton. Sementara di Jombang sendiri seringkali tidak tersedia Kedelai. Tidak heran, para pemilik industri tahu bisa mencari kedelai sampai ke Lamongan, Bojonegoro dan daerah-daerah lainnya untuk mencari kedelai. SERAP BANYAK TENAGA KERJA

Selain sebagai pengkonsumsi produk kedelai, ternyata indsutri tahu juga menyerap cukup banyak tenaga kerja. Dalam pabrik skala kecil yang ada di Badas Sumobito ternyata ada 9 orang yang bekerja tetap dan 4 orang yang bekerja oplosan. Berbagai kegiatan dilakukan oleh masing-masing orang yang bekerja. Dari mulai kegiatan nggiling kedelai, tenaga rebus, nyaring , tenaga khusus nyuka’ dan nggeni atau orang yang biasa menjaga tungku api.

Dengan berjalannya indsutri kedelai, tentu cukup banyak tenaga kerja yang diserap. Dan ketika indsutri tahu redup karena naiknya harga kedelai pasti akan berpengaruh pada jumlah tenaga kerja.  (AJM)

(Sumber : Humus Edisi 26 Tahun 2012)