Menurut Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 39/Permentan/Hm.130/8/2018, tentang Sistem Peringatan Dini dan Penanganan Dampak Perubahan Iklim Pada Sektor Pertanian, perubahan iklim adalah berubahnya iklim yang diakibatkan langsung atau tidak langsung oleh aktivitas manusia yang menyebabkan perubahan komposisi atmosfer secara global serta perubahan iklim alamiah. Selanjutnya Dampak Perubahan Iklim (DPI) adalah meningkatnya kejadian iklim ekstrim yang berpotensi menimbulkan banjir, tanah longsor, kekeringan, angin topan, serangan OPT, dan/atau wabah Penyakit Hewan Menular.

Apabila tidak terkelola dengan baik DPI bisa mengancam pertanian terutama ketahanan pangan satu wilayah bahkan ketahanan pangan Bangsa. Tahun 2023 isu pangan sebagai kepentingan strategis bangsa begitu terasa. Kejadian el nino (kemarau panjang) sangat terasa akibatnya. Negara-negara penghasil beras menahan produknya hanya untuk konsumsi dalam negeri. Mereka tidak melakukan eksport karena mengutamakan pasokan negara mereka sendiri. Demikian pula di Indonesia, kemarau panjang menyebabkan turunnya luas panen padi. Sehingga ketersediaan pangan menjadi rentan. Akibatnya terjadi inflasi karena naiknya harga beras. Dan sampai saat ini situasi tersebut masih bisa dirasakan, pemerintah memberikan perhatian yang sangat besar pada kenaikan harga pangan (beras) yang dikhawatirkan akan memicu inflasi.

Musim tanam tahun 2023 dampak perubahan iklim juga bisa dirasakan di Kabupaten Jombang. Awal tahun 2023 terjadi peningkatan serangan hama wereng batang coklat. Akibatnya produksi pertanian terganggu. Pada tahun 2022, akibat perubahan iklim juga terjadi peristiwa kerusakan tanaman jagung yang cukup luas. Pada Musim Tanam 3, bulan Oktober 2022 ketika tanaman jagung sudah menjelang panen banyak yang rusak karena tergenang air akibat hujan deras berhari-hari. Padahal bulan Oktober mestinya belum turun hujan. Bulan Mei-Juni 2024 terjadi potensi kekeringan pada 1.400 hektar tanaman di wilayah utara Sungai Brantas. Daerah Irigasi (DI) Jatimlerek di Kecamatan Plandaan, Kecamatan Ploso, Kecamatan Kudu dan Kecamatan Ngusikan terancam kekurangan air. Berdasarkan data dari Dinas Pertanian 50 hektar lebih tanaman padi mengalami gagal panen.

Dalam kesempatan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pengendalian Inflasi Tahun 2024 dan TPID Award, di Istana Negara, 14 Juni 2024. Presiden Republik Indonesia, Ir. Joko Widodo menyampaikan statmen dengan narasi yang cukup keras. “Warning dari Sekjen PBB, dunia menuju pada “neraka iklim”. Ngeri, neraka iklim. Suhu akan mencapai rekor tertinggi pada lima tahun ke depan. Hati-hati. Satu tahun ini kita merasakan betul adanya gelombang panas. Suhu akan mencapai rekor tertinggi. Di India suhu mencapai 50⁰ C,  Myanmar mencapai 45,8⁰ C . Panas sekali. Kalau orang kena panas bisa berteduh. Tapi kalau urusan pangan supaya ber hati-hati. Jika didiamkan seperti ini, tahun 2050 dunia akan mengalami kelaparan berat. Ini yang harus direncanakan, diantisipasi sejak mulai sekarang. Karena Diperkirakan 50 juta petani akan kekurangan air.  Kemudian kekurangan pangan,”.

Tentu hal tersebut harus menjadi perhatian, termasuk Dinas Pertanian Kabupaten Jombang. Jombang adalah daerah agraris dengan mayoritas mata pencaharian warganya sebagai petani. Berdasarkan Jombang dalam angka tahun 2023, terdata 74,7 % penduduk Jombang bekerja sebagai petani. Sebagai daerah agraris Jombang adalah salah satu pemasok pangan baik tingkat regional Jawa Timur maupun secara nasional. Berdasarkan data BPS 2023 tahun 2022 luas panen padi di Jombang mencapai 73.327 ha. Dengan produksi mencapai 453.707 ton gabah atau setara 241.880 ton beras. Dengan konsumsi warga Jombang selama satu tahun setara  121.136 beras. Ada kelebihan 120.744 ton setara beras. Setiap tahun kabupaten Jombang mengalami surplus beras diatas 100.000 ton. Kelebihan beras ini tentu menjadi kontribusi Kabupaten Jombang terhadap ketahanan pangan baik regional maupun nasional.

Dengan potensi yang besar tersebut tentu diperlukan kesiap-siagaan dalam mengelola DPI. Agar pembangunan pertanian sebagai pilar pokok perekonomian dan penyedia pangan tidak terganggu. Akan tetapi ada kendala yang cukup besar yaitu semakin terbatasnya jumlah petugas lapangan. Saat ini di Kabupaten Jombang hanya terdapat sepuluh orang petugas POPT (Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan). POPT merupakan petugas yang memiliki tugas dan tanggung jawab terkait perlindungan tanaman pangan. Perlindungan tanaman pangan yang dimaksud adalah meliputi perlindungan terhadap serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT/Hama dan Penyakit pada tumbuhan) serta terhadap ancaman dari DPI yaitu antisipasi serta mitigasi banjir dan kekeringan. Dengan jumlah sepuluh orang POPT tentu jauh dari cukup karena POPT harusnya ada satu petugas di setiap Kecamatan. Selain keterbatasan Jumlah POPT, jumlah PPL (Penyuluh Pertanian lapangan) di Kabupaten Jombang juga terus berkurang. Saat ini se Kabupaten Jombang terdapat 116 PPL. Dengan Jumlah desa-kelurahan mencapai 306 Desa.

Keterbatasan jumlah petugas dengan coverage area yang luas tentu akan berpengaruh pada kinerja perlindungan tanaman termasuk untuk mengelola DPI.  Dari situasi seperti ini diperlukan langkah strategis guna mengelola DPI dan pengaruhnya terhadap produksi pertanian dan ketersediaan pangan. Yaitu dengan menumbuhkan kelembagaan ditingkat Desa sehingga DPI bisa dikelola sejak dini. Didata, dilaporkan, diantisipasi kemudian dikendalikan.

Menghadapi situasi tersebut mulai Tahun 2024 Dinas Pertanian Kabupaten Jombang menyelenggarakan giat penumbuhkembangan lembaga yang responsif terhadap DPI. Yakni lembaga RPH (Regu Pengendali Hama). Regu Pengendali Hama dibentuk di tingkat desa melalui Musyawarah Desa (Musdes). Dengan tiga tugas utama yaitu : pengamatan, pelaporan dan pengendalian. Tentu saja RPH yang dibentuk harus dibekali dengan pengetahuan dan keterampilan tentang DPI dan perlindungan tanaman.

Menghadapai DPI di sektor pertanian diperlukan kolaborasi banyak pihak. Serangan hama penyakit tanaman, banjir dan kekeringan di lahan pertanian bisa terjadi di setiap musim. Dengan potensi yang luas mulai dari Wonosalam sampai Ngusikan. Mulai dari Mojoagung sampai Bandar Kedungmulyo. Diperlukan kerjasama antar Perangkat Daerah (Dinas Pertanian, PUPR, DPMD maupun BPBD). Termasuk peran aktif pemerintah desa.

Dengan dibentuknya RPH di tingkat desa, pemerintah desa bisa mengalokasikan Dana Desa. Melakukan pelatihan untuk peningkatan kapasitas lembaga RPH, penyediaan sarana dan bahan pengendalian. Dengan begitu pelayanan perlindungan tanaman bisa lebih dekat ke petani. Kalau sebelumnya harus lapor dulu ke petugas kemudian mengajukan ke Dinas Pertanian, kini pelayanan pengendalian bisa langsung dilakukan sendiri di Desa melalui peran RPH.

Pembentukan RPH untuk mengelola DPI ini telah diapresiasi oleh Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan Kementerian Pertanian. Dalam kesempatan kunjungan ke Jombang, Direktur Perindungan Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Dr. Rachmat, Ssi., Msi menyatakan dukungannya. Terlebih RPH di Kabupaten Jombang sudah dibentuk di tingkat Desa dan disinergikan dengan Dana Desa. Bentuk dukungan untuk RPH Kabupaten Jombang adalah dengan memberikan Bimbingan Teknis untuk RPH di Kecamatan Bandar Kedungmulyo dan RPH Kecamatan Gudo pada tanggal 19 sampai 20 Agustus 2024. ”..terkait dengan regu pengendali hama di Jombang ini sudah digalakkan di setiap desa dan sudah didukung juga dengan Dana Desa. Dan Insyaallah secara nasional bertahap kita akan sosialisasikan dan akan kita tumbuhkan di wilayah lain di luar Jombang, Jatim, dan juga diluar Jatim secara Nasional, dari Aceh-Papua, “ jelas Dr. Rachmat, SSi, MSi saat temu lapang bersama petani Desa Sukorejo, Kecamatan Perak (6/8/24).

Inilah salah satu upaya Dinas Pertanian Kabupaten Jombang menjaga produksi pertanian tetap terjaga. Meningkatkan kewaspadaan terhadap DPI melalui pembentukan RPH (Regu Pengendali Hama). Dengan dibentuknya RPH selanjutnya peran dinas adalah melakukan pembinaan baik melalui petugas lapangan maupun pembinaan oleh Dinas Pertanian. Mendekatkan pelayanan kepada petani. Tentu prinsip kerja RPH akan mengendepankan upaya perlindungan tanaman yang ramah lingkungan. Melestarikan musuh alami, menggunakan bahan alami dan pengendali hayati serta penerapan Pengendalian Hama Terpadu (PHT). RPH Tingkatkan produksi - jaga alam lestari.

 

Ditulis oleh : Akhmad Jani Masyhudi. (Kepala Bidang Perlindungan, Pasca Panen dan Pemasaran Tanaman pangan Perkebunan dan Hortikultura Dinas Pertanian Kabupaten Jombang)