Salah satu faktor pembatas dalam upaya meningkatkan produksi pertanian adalah adanya gangguan organisme pengganggu tumbuhan (OPT), Karena OPT dapat menyerang tanaman mulai dari persemaian/pembibitan sampai panen bahkan sampai hasil disimpan. Perlindungan tanaman sangat penting, untuk menjamin kepastian hasil dan memperkecil resiko berproduksi sesuatu tanaman (Djafarudin,2001).
Pada mulanya perlindungan tanaman dilakukan secara sederhana yaitu dengan pengendalian fisik dan pengendalian bercocok tanam termasuk didalamnya penggunaan varietas tahan wereng sedangkan pengendalian kimiawi jarang dianjurkan karena pengetahuan tentang hal itu belum memadai (Sosromarsono, 1992). Seiring dengan kemajuan teknologi, muncullah pestisida organik sintetik. Sejak itulah penggunaan pestisida tersebut terus meningkat karena daya racunnya sangat cepat dan tinggi, dapat membunuh berbagai macam jenis hama, praktis penggunaannya dan memberikan keuntungan ekonomis kepada petani, sehingga petani cenderung menggunakan pestisida modern berlebihan, Data lapang menunjukkan pestisida yang digunakan mencapai 70 % dari total pestisida yang beredar (Sutanto, 2006).
Akibat dari penggunaan pestisida yang berlebihan, timbullah masalah-masalah baru dalam perlindungan tanaman antara lain terjadinya resistensi atau kekebalan hama, resurgensi artinya mengamuknya kembali hama-hama yang dikendalikan, timbulnya jenis hama sekunder, matinya musuh alami, matinya makhluk bukan target, terjadinya pencemaran lingkungan (air, udara, tanah), terdapatnya endapan residu kimia didalam hasil pertanian (Djafarudin,2001).
Perlindungan tanaman merupakan tanggung jawab masyarakat dan pemerintah sesuai undang – undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang sistem budidaya tanaman, PP nomor 66 Tahun 1995 tentang perlindungan tanaman. Oleh karena itu POPT sebagai ujung tombak di jajaran perlindungan tanaman ditugaskan secara penuh untuk melaksanakan pengendalian organisme pengganggu tumbuhan secara professional, dengan menerapkan sistem PHT. Sehingga peran POPT PHP sangatlah penting keberadaannya untuk meningkatkan produktifitas hasil pertanian dengan memperhatikan kualitas, kuantitas serta kontinuitas hasil pertanian.
Awal mulanya nama POPT adalah PPH yaitu Petugas Pengamat Hama, kemudian menjadi PHP yaitu Pengamat Hama Penyakit. Sesuai dengan Kep.Men. Negara Koordinator Bidang Pengawasan Pembangunan dan Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 56/KEP/MK.WASPAN/9/1999 Bab I, Pasal 1 ayat 1 menjadi pengendali organisme pengganggu tumbuhan (POPT).
Pengertian pengendalian hama terpadu (PHT) menurut flint dan bosch (1991), adalah pengendalian hama yang memiliki dasar ekologis dan menyandarkan diri pada faktor – faktor mortalitas alami seperti musuh alami dan cuaca serta mencari teknik pengendalian yang mendatangkan gangguan sekecil mungkin terhadap faktor-faktor tersebut. Sedangkan menurut sosromarsono (1992), PHT adalah sistem pengendalian populasi hama yang menggunakan semua cara pengendalian yang sesuai dalam kombinasi yang kompatibel, untuk mengurangi populasi hama dan mempertahankan populasi pada suatu tingkat di bawah tingkat kerusakan ekonomis. Sebagai upaya untuk memasyarakatkan PHT maka dilaksanakan nya Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT).
Penulis : Irianto Budhi Santoso, SP.