
Selama ini, kalau kita ditanya jenis salak yang enak, kebanyakan orang akan menyebut salak pondoh. Kios-kios buahpun seringkali mempromosikan salak yang dijualnya dengan membuat tulisan diatasnya “salak pondoh”. Dengan harapan menjadi daya tarik bagi pembeli.
Padahal ada buah salak yang asli Jombang dengan cita rasa tersendiri. Bahkan bisa dibilang lebih segar dari salak pondoh, yaitu salak Pulogedang, Tembelang. Humus, bersama tim dari Disperta sempat melakukan tes rasa terhadap beberapa jenis salak. Diataranya salak pondoh, beberapa salak dari Jombang termasuk salak Pulogedang. Ternyata, Salak Pulogedang memang layak mendapatkan pengakuan sebagai salah satu buah unggulan Jombang. Rasanya segar, daging buahnya tebal dan masir. Dan ada lagi satu keunikan. Salak asli Pulogedang bisa memiliki tiga rasa yang berbeda. Yang pertama rasa yang menyerupai durian, rasa nangka dan rasa apel.
Sempat tidak percaya. Tapi begitulah hasil uji dari Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Pangan dan Hortikultura Jawa Timur tahun 2003. Menyatakan, Salak Pulogedang memiliki ciri khas keunikan tiga rasa yaitu rasa apel, durian dan rasa nangka. Untuk meyakinkan uniknya salak tiga rasa itu, Humus mendatangi Kampung salak di Desa Pulogedang, Kecamatan Tembelang. Hampir disetiap rumah di Desa Pulogedang, memiliki kebun Salak. Tak heran kalau Pulogedang bisa disebut sebagai kampungnya Salak di Kabupaten Jombang.
Salah satu yang terkenal sebagai pemilik kebun salak yang luas di Pulogedang adalah Drs. Awatiful Amin yang juga Kades Pulogedang. Karena itu, oleh petugas di Balai Desa Setempat Humus langsung dibawa ke Rumah Pak Kades. Tiba di rumahnya, segera nampak rumah rindang, bersih dan asri yang dikelilingi kebun salak. Rumah yang cukup luas itu, disekelilingnya banyak ditanami buah-buahan tentu yang dominan tanaman salak. Kalau umumnya, kebun salak dibiarkan rimbun dan cenderung tak terawat, lain dengan kebun yang dimiliki Pak Lurah Pulogedang. Tanaman salak tertata apik disekeliling rumah. Di dalam kebun salak, lorong-lorong untuk berjalan memetik buah salak juga bersih dan rapi. Masih disekitar kebun salak juga terdapat kandang ayam kampung dan kolam ikan gurami. “ Buat selingan mas, setelah metik salak barangkali ingin mancing ikan, ini saya sediakan kolam gurami,” katanya Pak Lurah.
Setelah berjalan-jalan, keliling kebun sambil berbincang tentang cara perawatan tanaman, Pak Lurah menunjukkan jenis-jenis tanaman salak dengan rasa yang berbeda-beda. Beberapakali Awatiful Arif memetikkan salak dan Humus diminta untuk membedakan rasanya. Ternyata memang benar salak-salak di kebun Pak Lurah memiliki rasa yang khas. Ada yang sekilas hampir mirip dengan rasa buah nangka, dan ada yang agak mirip dengan buah apel. Untuk yang rasa apel, sedikit ada rasa masam tapi tetap lebih dominan rasa manis salak yang khas. Demikian juga dengan salak rasa nangka, disela rasa manis salak sedikit terlintas aroma nangka. Sayang, waktu itu salak rasa durian belum cukup matang untuk dipetik.
Setelah cukup puas mencicipi salak yang dipetik langsung dari pohonnya. Pak Lurah membeberkan rahasia kelezatan salak yang dimilikinya. “Sebenarnya salak di daerah Pulogedang rasanya sama, ya seperti di tempat saya ini. Bedanya, kalau ditempat saya salak hanya diunduh kalau sudah benar-benar masak. Akhirnya keunggulan rasa salak benar-benar bisa dinikmati. Umumnya orang tidak sabar menunggu sampai benar-benar masak. Mungkin karena segera butuh uang sehingga seringkali salak masih belum masak sudah dipanen,” terang Lurah Pulogedang.
Inilah salah satu masalah utama yang umumnya dihadapi petani salak. Seringkali mereka memanen dan menjual buah salaknya sebelum benar-benar masak. Tentunya rasa buahpun menjadi masam. Inilah PR bagi dinas membuat jalan keluar agar salak bisa dipanen tepat pada waktunya. Tentu bukan sekedar persoalan pemahaman karena mereka pasti sudah mengerti salak yang masak rasanya lebih enak daripada salak yang masih mentah. Persoalan utamanya, karena mereka didesak kebutuhan untuk segera mendapatkan uang. Inilah persoalan klasik petani. Masalah yang sudah lama diketahui tapi masih umum terjadi.
Menikmati salak langsung petik dari pohon ternyata tidak sama dengan memakan salak yang dibeli dari kios atau beli di pasar. Pertama, yang jelas buah salak masih segar. Kedua, suasana kebun salak yang rindang dan bersih menjadikannya satu keasikan tersendiri. Inilah yang sekarang sedang dirintis di Kampung Salak Pulogedang, kecamatan Tembelang. Wisata kampung Salak Pulogedang.
Bagaimana merawat pohon salak, kemudian mengawinkan tanaman salak agar bisa berbuah juga akan menjadi tambahan pengetahuan yang juga bisa menjadi pengalaman tersendiri bagi para pengunjung. Setelah puas menikmati kesegaran buah salak yang langsung dipetik dari pohon, pengunjung bisa menikmati makan siang dengan menu ayam kampung bakar yang diternak sendiri oleh tuan rumah. Drs. Awaitiful Arif di Pulogedang. Sebagai bagian dari paket kunjungan kampung salak Pulogedang pengunjung akan disuguhi makanan dan minuman olahan dari bahan buah salak. Jenang salak dan sirup salak. Selamat berkunjung.
Kunjungan wisata kampung salak tentu hanya bisa dilakukan pada puncak musim tanaman salak berbuah. “Disini buah salak siap dipetik sekitar bulan-bulan Oktober, November, Desember, Januari. Puncak musimnya sekitar bulan Desember sampai januari. Untuk menerima kunjungan tamu tentu tidak bisa saya layani sendiri. Disini paling tidak ada sekitar 7 sampai 10 orang yang kebun salaknya siap menjadi obyek kunjungan wisata kampung salak, “ kata Awatiful Arif. Wiasata kampung salak tentu bisa menjadi alternatif kunjungan selain wisata religi Gus Dur atau paket wisata lainnya di Kabupaten Jombang.
PAKET WISATA KAMPUNG SALAK PULOGEDANG:
1. JALAN-JALAN MELIHAT SUASANA KAMPUNG SALAK
2. MELIHAT PROSES MERAWAT TANAMAN SALAK
3. MENIKMATI BUAH SALAK PETIK LANGSUNG DARI POHON
4. MENIKMATI MAKAN SIANG ALA KAMPUNG SALAK
5. MENIKMATI JAJANAN DAN MINUMAN OLAHAN SALAK
6. OLEH-OLEH SALAK TIGA RASA PULOGEDANG
(Sumber : Buletin Humus Edisi 28 Tahun IV Tahun 2012)